Dunia ditentukan oleh energi. Siapa yang meguasai energi maka mereka akan menguasai dunia. Ini bukan ungkapan saja, tapi realitasnya seperti itu. Peperangan berujung pada penguasaan energi.
Gas alam atau Nature Gas, adalah salah satu jenis sumber energi yang sangat populer. Banyak aktifitas kehidupan manusia dipengaruhi oleh energi yang satu ini. Gas bukan hanya sebagai sumber energi (sebagai bahan bakar) tapi juga sebagai bahan baku produk industri. Tahu ngak pembaca swabatik.com bahwa hampir 80 persen barang yang dipakai dan yang ada disekitar kita bersumber dari gas alam itu. Sebut såja baju, kain, atau sepatu yang dipakai bahan bakunya dari gas alam. Sofa yang diduduki ini juga dari gas alam yang diolah menjadi Poly Propylen (PP), Poły Ethilen (PE), bijih plastik dań sebagainya. Jadi bukan hanya untuk bahan bakar mobil, atau pembangkit listrik.
Nah ada lagi yang kita kurang sadari, bahwa nasi… ya nasi yang baru kita makan itu juga bergantung erat dari gas alam. Ya untuk pupuk. Padi tanpa pupuk ya pasti panennya gagal la..Begitu juga tumbuhan yang lain. Nah hampir lupa, Minyak goreng yang belakangan ini di hebohkan karena langka, itu juga sangat tergantung pada gas alam. Tentu saja untuk pupuk kelapa sawit yang tergolong “rakus” terhadap hara pupuk itu.
Konsumsi beras di Indonesia tahun 2021 mencapai 30,9 juta ton.. Waw, angka yang besar juga ya., tapi itu untuk 272 juta jiwa. “Ya sekitar 0,4 Kg per hari lah.” Untuk keamanan stok, maka produksi beras kita tahun 2022 mencapai 37 Juta ton. Untuk tahun selanjutnya meingkat dong, karena laju pertumbuhan penduduk Indonesia berada pada angka 1,2 persen.
Untuk memenuhi kebutuhan beras itu diperlukan lahan pertanian padi sekitar 7,5 juta Ha. Produksi lahan pertanian sawah menghasilkan 8 – 10 ton gabah, atau setara dengan 4 – 5 ton beras.
Kebutuhan Gas Alam Untuk Pupuk
Untuk mencukupi kebutuhan pangan kita itu, padi harus dipupuk. Ada 3 Jenis pupuk, dan yang terbanyak itu adalah Nitrogen (Urea), kemudian pupuk Kalium (NPK) dan Phospat (TSP) Dari tiga kali pemupukan tersebut, dalam satu musim tanam padi pada luasan 1 hektar membutuhkan pupuk Urea (Nitogen) 300 kg, SP36/TSP (Phospor) 100 kg, dan KCl (Kalium) 100 kg.
Nah yang terkait dengan gas alam adalah Urea, dan ini pula yang menjadi pupuk utama. Konsumsi gas alam untuk produk urea mencapai 25,36 MMBTU per ton, atau setara dengan 0,025 MMCF ( Juta cubic feet), ya sekitar 25 000 cubic feet. Bayangin aja 1 feet itu 33 cm, 1 cubic feet, 33 cm x 33 cm x 33 cm.
Artinya jika luas lahan pertanian kita untuk mampu menghasilkan beras tadi seluas 7,5 juta Ha, maka perlu Urea sebanyak 7,7 juta Ha dikali dengan 300 kg, iya sebesar 2.250 juta ton per tahun. Berapa sih perlu gas alam ? 2.250 juta dikali 0,025 MMCF, yaitu sebanyak 56,25 Juta MMCF, atau sebesar 160 ribu MMCFD ( Juta cubic feet per hari). Itu angka yang besar.
Berdasarkan laporan Worldometers, Indonesia berada di urutan ke-13 sebagai negara dengan cadangan gas terbesar dunia dengan jumlah mencapai 103.350.000 juta cubik feet per hari (MMCFD) Secara persentase, Indonesia menyimpan 1,5% gas bumi dari cadangan seluruh dunia dengan urutan pertama ditempati Rusia.
Tidak semua produsi gas alam untuk kita lho..
Untuk mengusahakan gas alam itu memerlukan investasi yang besar. Untuk itu kita bekerjasama dengan perusahaan swasta besar untuk mengusahakannya. Dan pada umumnya ini dipegang oleh perusahaan asing. Kerjasama ini disebut dengan Kontrak Kerja Sama (KKS) antara pemerintah dengan investor dengan pembagian 25 % Indonesia, 75 % Investor
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat produksi gas bumi mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 975 MBOEPD pada tahun 2020 menjadi MBOEPD atau 5.165.320 MMCFD.
Gas alam digunakan untuk apa saja?
Gas alam sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG/ NGV), sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel, restoran dan sebagainya
Berdasarkan data dari kementerian ESDM dari tahun ke tahun, pemanfaatan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menunjukkan peningkatan. Untuk tahun 2021, sektor industri tercatat sebagai konsumen gas terbesar yaitu 28,22% dari total pemanfaatan gas produksi nasional. Pemanfaatan gas untuk pabrik pupuk, tercatat mencapai 12,45% dan sektor kelistrikan sebesar 12,04%, serta domestik LNG sebesar 8,91%.
Kapan stok gas alam Indonesia habis ?
Seperti yang pernah dilansir oleh Bisnis.com bahwa Sumber daya cadangan kalau tidak lakukan eksplorasi dan tidak menghasilkan output hanya tinggal 9 tahun untuk minyak bumi dan gas bumi 18 tahun,” katanya dalam Diskusi di Denpasar 12 bersama DPP Partai NasDem, Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis & Bidang Mineral dan Energi, Ini mengerikan—sungguh mengerikan.
Apa yang akan terjadi jika gas alam benar benar habis?
Pernahkan anda membayangkan pertanyaan ini? Mungkin tidak terbayangkan pun pertanyaan ini. Tapi ini serius lho. Waktunya gas alam akan habis itu tinggal menunggu. Ditemukan atau tidak ditemukan sumber gas baru, habis itu pasti, karena pemakaian yang terus meningkat.
Ini kira kira gambaran kalau gas alam itu habis. Semua pabrik pupuk berhenti berproduksi. Pupuk urea sebagai salah satu unsur utama dalam penyediaan beras dan pangan lainnya akan berhenti. Sawah tandus, padi tak berbuah. Taka ada lagi padi, tak ada lagi beras dan tak ada lagi nasi.. Ngeri…! Sawit mati merangas, minyak goreng bukan hanya langka tapi habis..!.Listrik mati, pabrik pabrik PE dan PP berhenti. Tidak ada lagi selembar kain yang di produksi, taka ada lagi sepatu Adidas, Nike, dan seterusnya yang sekarang banyak dipakai oleh kaum millenial berada. Dan seterus nya dan seterusnya. Transportasi berhenti bergerak, semua panik. Sungguh panik, tak bisa dibayangkan. Tidak sebanding dengan kepanikan dikala dunia dilanda pandemic Covid 19 seperti saat ini.
Stok beras dan makanan makin menepis, tidak ada produksi. Mobilitas manusia menjadi semakin sempit karena menghemat kelangkaan energi, lampu lampu listrik mulai dipadamkan, dan kota menjadi gelap. “Negeri gelap diisi oleh manusia manusia yang kelaparan”.
Kepanikan lebih berbahaya dari perang. Masyarakat yang panik akan mencari kebutuhannya dengan cara apapun juga. Kriminialitas dan perampokan itu sudah pasti. Tapi ini juga tidak akan berlangsung lama kalau yang dirampok itu juga sudah habis. Manusia akan saling “memakan” demi mempertahankan hidupnya. Dunia semakin sempit, menjadi kepentingann negara, menjadi lebih sempit lagi menjaga kepentingan daerah, menjadi lebih sempit lagi kepentingan keluarga dan.. pada gilirannya yang ada adalah demi kepentingan dan kehidupan “aku:.
Kurangi konsumsi gas alam
Kalimat ini sudah lama di dengungkan. Sebagai jargon. Nyatanya? Kita masih saja mencetak sawah menanam padi. Dan memang itu cara yang termudah menutupi kebutuhan pangan, dari pada diversifikasi pangan. Ubi singkong juga dapat mengenyangkan dan tak perlu harus dipupuk seperi padi atau konsumsi pupuknya jauh lebih sedikit dari padi. Coba kalua ada “pabrik beras” dengan bahan baku tepung tapioca, jika masyarakat belum bisa melepaskan buliran beras.
Mungkin kita harus kembali menggoreng dengan minyak kelapa dalam, bukan dengan minyak sawit yang kita berebut dengan mesin. Dari dulu tanaman kelapa tak perlu dipupuk. Hemat penggunaan pakaian, sepatu dan semua barang barang dari plastik, Ganti plastik sebagai kemasan dengan bahan bio degradable. Pintar dalam berkendara, hemat BBM dan BBG. Yaah artinya perubahaan cara hidup, perubahan budaya kepada peradaban baru……….<end>